Reportase Singkat dari Kabupaten Nias Selatan.
Teluk Dalam, 1/12 – Gizinet. Jum’at 29 November yl, Tim PDBK Pusat berdialog dengan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan, Murniati Dachi SKM M.Kes. Ia dengan berapi-api menjelaskan semua kegiatan diarahkan untuk mencapai target kesepakatan Kalakarya tahun 2012 lalu, diantaranya yaitu ELIMINASI kasus balita gizi buruk, dan CAKUPAN penimbangan 100%. Untuk mencapainya, seluruh jajaran kesehatan dengan komandan lapangan Kabid Binkesmas, Arfan Nao Zamili SKM MKes, bergerak di seluruh 36 puskesmas se-Kabupaten Nias Selatan.
Salah satu obyek sasaran adalah pelacakan kasus gizi buruk pada balita. Hasil kerja keras Tim Kesehatan terbukti, meski bukti itu sempat merisaukan Kadis Kesehatan dan jajarannya, yaitu jumlah kasus 26 anak saat sebelum gerakan (akhir tahun 2012), meningkat tajam menjadi 73 anak setelah gerakan berjalan pasca kalakarya. Bahkan data bulan terakhir yang diperoleh melalui Seksi Gizi, jumlah kasus sebanyak 84 anak.
Semua kasus dirawat dan ditangani sesuai SOP, meskipun beberapa memaksa pulang karena kewajiban Ibu di rumah yang tak bisa tergantikan. Kasus seperti ini selanjutnya ditangani sebagai RAWAT JALAN. Yang menggembirakan, menurut Kadis Kesehatan, adalah tersedianya anggaran penanggulangan balita gizi buruk sebagai bukti komitmen Pemda Nias Selatan, sebesar 7 milyar rupiah, meliputi biaya perawatan dan biaya makan serta biaya transport ibunya selama perawatan.
Di tengah cuaca mendung dan gerimis, dengan lantang Kadis yang modis itupun mengatakan :
“Biarkan LSM-LSM itu berkicau seperti burung ke sana kemari…….., kami tetap bergerak dan bekerja dengan hati nurani…………, memberantas masalah gizi ……”
Semangat yang sungguh luar biasa ….!
Prof Purnawan Junadi, salah seorang pakar gizi dari Universitas Indonesia yang sudah menyatu dalam Tim PDBK Pusat dan dikenal dengan sebutan Pak Pije itu, pada saat dialog dgn para kepala puskesmas menyatakan bahwa penemuan kasus yang meningkat seperti ini bukanlah sesuatu yang harus dirisaukan, apalagi baru 84 anak. Menurutnya, jika hasil Riskesdas 2007 angka kasus gizi buruk 19%, dengan perkiraan jumlah balita di Nias Selatan sekitar 19000 anak, maka gizi buruk diperkirakan lebih dari 1000 anak. Dan ini akan ditemukan jika gerakan komitmen seperti ini tetap konsisten.
Yang pasti adalah Tim bergerak setiap hari (dahulu tidak). Tim terus bergerak dan bergerak merealisasikan komitmen bersama.
PDBK, memang nampak jelas tidak berorientasi kepada hasil, melainkan nampak jelas berfokus kepada proses perubahan. PDBK akan mengembalikan pola-pola perencanaan yang keliru, sekecil apapun kekeliruan itu. Ini berarti bahwa besar atau kecil hasil yang didapat dari perubahan itu….. bukanlah persoalan. Demikian pula yang terjadi di Nisel.
Temuan kasus dari 26 menjadi 82, tetapi diiringi dengan KEPULIHAN dari 0% menjadi 81% !!! Inilah bagian dari proses perubahan yang sedang berlangsung di sana. Meski cakupan penimbangan yang bergerak lambat, dari 60% menjadi 73%, dan itu tetap sebagai suatu proses perubahan.
PEMULIHAN GIZI KURANG LEBIH CEPAT DARIPADA GIZI BURUK.
Ada yang menarik dari data dan informasi yang didapatkan di Nisel selama tahun 2013. Dari posyandu yang melapor dengan kisaran antara 91% – 94% setiap bulan, cakupan penimbangan (D/S) merangkak pelahan tapi pasti dari 62% di bulan Februari menjadi 73% pada bulan Agustus. Ini sebuah progress yang baik.
Kasus gizi kurang dan gizi buruk pun meningkat tajam. Yang menarik dalam kasus gizi ini adalah tingkat kepulihan yang nyata terpapar. Lihatlah Grafik. Tiga bulan pertama, kasus gizi kurang pulih sebanyak 102 anak dari 503 kasus, atau sebesar 17,8%. Sedangkan gizi buruk pada tiga bulan pertama pulih sebanyak 4 dari 61 kasus, atau sebesar 6,5%. Pada bulan Oktober, tingkat kepulihan gizi kurang mencapai 95% dan kasus gizi buruk sebesar 83%. Ini pun suatu progress yang luar biasa.
Hasil penelitian kecil Dinas Kesehatan Nias Selatan dibawah komandan Bung Arfan Nao Zamili yang gesit itu, ditemukanlah faktor penyebab terjadinya gizi kurang dan buruk di Nisel. Berbasis pendekatan Positive Deviance, Bung Arfan dan Tim-nya menemukan tiga faktor utama penyebab kasus ini, yang terbesar adalah Status Ekonomi keluarga (65%), Pengetahuan (23%), dan Perilaku (12%). Nah, mau apalagi? Jikalau Bupati Nisel dan jajarannya tetap konsisten dengan gerakan hati nurani-nya – seperti yang ditegaskan oleh Kadis Kesehatan – maka bukanlah hal yang mustahil pada 2015 harapan dan impian aparatur beserta masyarakat Nisel TERCAPAI! Gizi Buruk 0, Cakupan Penimbangan 100%. Bravo Nias Selatan !!! (ES-Gizinet)
Komitmen bersama leding sektor terkait insyah allah gizi buruk dapat diatasi
prihatin sekali semoga tidak terjadi lagi
sangat membantu
melihat diagram diatas pemulihan gizi kurang dan Buruk lumayan berdampak positif. yuk kita dukung bersama upaya pemulihan gizi buruk di Indonesia.
semoga cepat teratasi dan di beri kesembuhan
Semoga segera teratasi,amiin
tentunya bukan hanya PDBK yang harus bekerja untuk menanggulangi gizi buruk di Nias. Harus ada kerja sama dari semua pihak agar penanggulanagn gizi buruk dapat segera terselesaikan
Turut prihatin atas gizi burk di Nias Selatan, mudah mudahan usaha yg dilakukan PDBK memberikan hasil yang positf untuk memantau perkembangan gizi burukdi Nias.